
Probolinggo – 25 Oktober 2025
Setelah gema takbir dan lantunan shalawat pada Hari Santri Nasional mereda, kita segera disambut oleh peringatan Hari Pahlawan. Dua momentum ini hadir berdekatan seolah menjadi pengingat yang sangat dalam bagi kita semua bahwa perjuangan, pengorbanan, dan semangat cinta tanah air tidak boleh berhenti di tanggal peringatan semata.
Hari Santri mengajarkan tentang keikhlasan dalam berjuang. Santri bukan hanya sosok yang duduk di serambi pesantren mempelajari kitab kuning, tetapi juga pejuang yang dulu ikut mengangkat senjata, mempertahankan kemerdekaan dengan doa, dzikir, dan keberanian. Resolusi jihad 22 Oktober 1945 menjadi bukti bahwa santri memiliki peran besar dalam lahirnya Indonesia yang merdeka.
Sementara Hari Pahlawan mengingatkan kita pada para pejuang yang rela menukar nyawanya demi tegaknya merah putih. Mereka tidak bertanya apa yang negara berikan, tetapi apa yang bisa mereka persembahkan untuk bangsa ini. Semangat itu pula yang harus dihidupkan kembali dalam diri setiap santri dan generasi muda hari ini.
Dua hari besar ini bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi momentum refleksi. Bahwa perjuangan tidak selesai di medan perang, melainkan terus berlanjut dalam bentuk pengabdian, kerja keras, dan ketulusan hati. Menjadi santri hari ini berarti menjadi pahlawan di medan juang yang berbeda — melawan kebodohan dengan ilmu, melawan kemalasan dengan semangat, dan melawan keputusasaan dengan harapan.
Mari jadikan Hari Santri dan Hari Pahlawan sebagai pengingat abadi: bahwa kemerdekaan harus dijaga dengan dedikasi, bahwa perjuangan harus diteruskan dengan keilmuan dan keikhlasan. Karena setiap zaman punya pahlawannya sendiri, dan setiap santri sejatinya dipanggil untuk menjadi pahlawan bagi bangsanya.
Saiful Bahri, S.Ag