
Santri adalah sosok yang lahir dari rahim keikhlasan dan ditempa dalam tempaan keilmuan yang penuh berkah. Mereka bukan hanya penerus tradisi pesantren, tetapi juga penjaga moral bangsa di tengah arus zaman yang kian deras. Di era digital dan globalisasi ini, santri masa kini dituntut untuk siap menjadi segalanya—bukan dalam arti meninggalkan jati diri, tetapi memperluas peran dengan semangat pengabdian.
Santri masa kini harus siap menjadi pelajar yang haus ilmu, pemikir yang kritis, dan pekerja yang berdedikasi. Mereka harus bisa hadir di ruang-ruang pendidikan, pemerintahan, teknologi, ekonomi, bahkan politik, tanpa kehilangan akar nilai pesantren. Dunia membutuhkan figur santri yang mampu menghadirkan kesejukan, kejujuran, dan kebijaksanaan di setiap bidang kehidupan.
Dengan berbekal ilmu agama dan akhlak yang kuat, santri diharapkan mampu menjadi solusi, bukan sekadar pengamat. Menjadi jembatan antara nilai-nilai spiritual dan kebutuhan zaman. Di tangan santri, kitab kuning tidak hanya dibaca, tapi diterjemahkan dalam tindakan nyata: mencerdaskan umat, menebar kebaikan, dan menegakkan keadilan sosial.
Santri masa kini harus siap menjadi guru bagi yang buta ilmu, penolong bagi yang kehilangan arah, serta penyejuk bagi masyarakat yang haus keteladanan. Di tengah dunia yang penuh hiruk-pikuk kepentingan, santri hadir membawa keseimbangan antara dzikir dan fikir, antara ibadah dan muamalah.
Maka, siapapun yang mengaku santri hari ini, hendaknya meneguhkan niat untuk terus belajar, berjuang, dan mengabdi. Sebab menjadi santri berarti siap menjadi segalanya: penjaga nilai, pelaku perubahan, dan penerus perjuangan para ulama dalam mewujudkan kehidupan yang penuh berkah dan kemaslahatan.
By, Saiful Bahri, SH. S, Ag
Muantab